Rabu, 04 Maret 2009

LEUKEMIA LIMFOBLASTIK AKUT

Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) didiagnosa pada 3000 sampai 4000 orang di Amerika Serikat tiap tahunnya; dua pertiganya adalah anak-anak. Laju keberhasilan pengobatan pada anak-anak mendekati 80% menunjukkan peningkatan yang luar biasa pada pengobatan yang efektif dari subtipe penyakit yang resisten. Kemajuan pengobatan mengalami perkembangan, dari pengenalan kombinasi kemoterapi dan pengobatan system saraf pusat untuk mengobati gejala awal leukemia, ke yang terbaru regimen pengobatan intensif pada pasien dengan resiko tinggi untuk kambuh. Sebaliknya, hanya 30% sampai 40% penderita LLA dewasa yang dapat disembuhkan. Ketidaksesuaian ini dapat dihubungkan dengan frekwensi genetic abnormal yang lebih tinggi pada penderita leukemia dewasa. Disini, kita melihat kemajuan pengelompokan limfoblastik dan manajemen klinik yang telah berkontribusi pada peningkatan hasil pengobatan akhir-akhir ini atau merupakan hal yang menjanjikan di masa depan.

Ciri-Ciri Biologi Sel Leukemia
LLA dapat berkembang dari suatu sel limfoid yang terblok pada tingkat perkembangan tertentu, termasuk sel-sel sederhana yang berpotensi pada garis keturunan/silsilah. Sebaliknya pada sel-sel leukemia myeloid, yang dapat segera diidentifikasi pada beberapa peristiwa melalui adanya batang-batang auer, myeloperoxidase, atau monocyte-associated esterases, tanda-tanda leukemia limfoblastik kurang spesifik secara morfologi atau sitokimia, jadi diagnose LLA tergantung pada immunophenotyping. Meskipun pada leukosit manusia terdapat antibodi-antibodi monoclonal yang melawan 166 molekul-molekul cluster-of-differentiation (CD) yang berbeda, hanya sedikit dari molekul-molekul ini yang betul-betul lineage-specific. Pada alasan ini suatu panel dari antibodi-antibodi dibutuhkan untuk menetapkan diagnose dan untuk membedakan sejumlah subkelas-subkelas imunologi.
Panel yang digunakan pada riset di Rumah Sakit anak St. Jude meliputi setidaknya satu penanda yang sangat spesifik (CD19 dan CD7 untuk sel B-lineage dan T-lineage, secara berturut-turut, dan CD13 atau CD33 sel-sel myeloid) dan satu penanda sangat spesifik (cytoplasmic CD79a dan cytoplasmic CD3 untuk sel-sel B-lineage dan T-lineage, secara berturut-turut, dan sitoplasma myeloperoxidase untuk sel-sel myeloid). Berdasarkan analisa immunophenotypic ini, suatu diagnose yang tegas dapat diperoleh 99% dari kasus-kasus. Meskipun kasus-kasus yang menyertakan sel-sel B-lineage dan T-lineage dapat diklasifikasikan lebih dahulu berdasarkan langkah-langkah pengenalan maturasi normal sel-sel B dan T, hanya membedakan pentingnya pengobatan antara precursor sel immunophenotype B dan T.
Tergantung pada kriteria yang digunakan dan jumlan antigen-antigen yang dites, adanya myeloid-associated-antigen dapat dideteksi sebanyak seperempat penderita ALL pada anak-anak dan sepertiga pada penderita dewasa. Ciri ini tidak mempunyai prognostic atau implikasi terapi, tapi hal tersebut dapat digunakan pada monitor imunologi pada sisa minimal leukemia. Sedikit pasien dengan sel-sel leukemia yang menunjukkan keberadaan masing-masing molekul-molekul lymphoid-associated (biasanya CD2 dan CD7) dan molekul-molekul myeloid-restricted (termasuk myeloperoxidase) membutuhkan pengobatan langsung yang cenderung kepada kedua garis keturunan (lineages).
Abnormalitas genetik yang spesifik (seperti; penambahan atau pengurangan chromosomal, menghasilkan hyperdiploidy atau hypodiploidy,secara berturut-turut; translokasi chromosomal, menyebabkan pembentukan dari transformasi penggabungan gen-gen atau disregulasi dari pemunculan gen; dan inaktivasi fungsional dari gen-gen penekan tumor) ditemukan dalam sel-sel yang pecah sebanyak 60% sampai 75 % pasien penderita ALL. Pengenalan abnormalitas ini mempunyai kontribusi yang luarbiasa pada pemahaman kita terhadap pathogenesis dan prognosis dari penyakit ini.

Penilaian terhadap resiko
Walaupun peneliti-peneliti setuju bahwa evaluasi yang keras terhadap resiko kambuhnya dibutuhkan pada saat diagnosa untuk menghindari undertreatment atau overtreatment, ada pertentangan yang sangat mengenai kriteria resiko dan istilah untuk menjelaskan definisi subgroup resiko. Untuk tujuan review ini, dipertimbangkan tiga kategori resiko -rendah, standar, dan tinggi. Kebanyakan laporan perubahan klinik dan biologi pada ide awalnya menjadi perkiraan yang berguna dari hasil yang telah terbukti merupakan hasil yang kecil dari pengobatan yang telah meningkat. Sebagai contoh, pasien dengan sel-sel LLA T dan B, sekali dianggap mempunyai prognosis yang sangat jelek, sekarang memiliki suatu hasil yang menyenangkan pada pasoen dengan resiko-standar precursor sel B dari LLA. Demikian juga, pada dua percobaan independen dengan terapi yang lebih intensif, prognosis yang buruk sebelumnya dihubungkan dengan usia remaja atau ras hitam tidak diremukan.
Berpartisipasi dalam lokakarya terbaru disetujuinya criteria untuk menjelaskan rendahnya resiko penyakit yang kambuh pada anak-anak dengan diagnose precursor sel B ALL: umur 1 sampai 9 tahun dan penghitungan leukosit kurang dari 50,000/mm3. Pasien pada kelompok usia yang lain atau dengan penghitungan leukosit yang lebih tinggi dianggap beresiko tinggi.
Sebagai contoh, sejumlah anak-anak berumur kurang dari 1 tahun, dengan prognosis yang buruk, 70% sampai 80% mempunyai penyusunan kembali gen MLL. Pada pasien-pasien remaja dan dewasa, kejadian penyusunan ulang MLL dan penggabungan BCR-ABL, abnormalitas genetik lain sehubungan dengan prognosis yang buruk, cukup tinggi. Sebaliknya, dua abnormalitas genetic yang menyenangkan-hiperdiploid (kromosom >50/sel) dan penggabungan ETV6-CBFA2 (TEL-AML1) – terjadi utamanya pada anak-anak usia 1 sampai 9 tahun; hiperdiploid dihubungkan dengan penghitungan leukosit yang baik.
Suatu sistem penilaian resiko berdasarkan pada abnormalitas genetik yang utama mempunyai pendekatan besar yang intuitif; bagaimanapun, nilai yang bersifat prediksi dari kelainan ini tidaklah tinggi. Sebagai contoh, sebanyak 20 persen dari anak-anak dengan LLA yang mempunyai hyperdiploidy atau gen peleburan ETV6-CBFA2 secepatnya kemungkinan kambuh. Suatu ukuran yang bermanfaat di penilaian resiko adalah laju klirens dari sel-sel leukemic dari darah atau sumsum tulang selama fase awal pengobatan. Di pasien dengan LLA T-lineage atau B-lineage, lambatnya klirens dari sel telah menjadi bukti suatu indikator dari buruknya prognosis.
Pendekatan yang lain adalah penggunaan polymerase chain reaction atau metode imunologi untuk mengukur dengan segera sisa penyakit yang minimal setelah induksi remisi klinik, bila beberapa pasien mungkin masih memiliki sekitar 10 milyar sel-sel darah putih (leukemia). Pasien-pasien yang mempunyai remisi molekuler dan imunologi, menggambarkan leukemia dengan keterlibatan sel-sel sum-sum tulang ternukleasi kurang dari 0,01%, diprediksi memiliki hasil klinik yang lebih baik dibanding yang semata-mata remisi yang diidentifikasi berdasarkan criteria morfologi.
Pasien-pasien dengan precursor LLA B-cell-precursor dengan penyusunan ulang gen, khususnya bayi dengan translokasi t(4;11) dan penggabungan MLL-AF4, biasanya mempunyai respon yang buruk terhadap kemoterapi. Bagaimanapun, ada subkelompok pasien dengan penyusunan ulang MLL yang mempunyai respon yang bagus. Walaupun sel T LLA diobati sebagai leukemia resiko standar pada hampir semua tempat, pasien-pasien dengan hitungan leukosit yang tinggi (>100,000/mm3) atau rsepon cepat yang tertunda membutuhkan terapi intensif spesifik terhadap susunan saraf pusat dibanding pada pasien lain dengan immunophenotype ini. adanya sel-sel leukemia pada cairan serebrospinal saat diagnose dapat mengindikasikan bahwa dibutuhkannya pengobatan intratekal untuk mencegah kambuhnya penyakit SSP.
Pada orang dewasa, kejadian penggabungan gen-gen BCR-ABL lebih tinggi dan kejadian perubahan genetik yang menyenangkan lebih rendah daripada anak-anak. Bahkan untuk untuk subtype genetic ALL yang sama, jumlah orang dewasa yang bertahan lebih rendah dari pada anak-anak. Dengan begitu, meskipun beberapa model resiko telah dikemukakan pada penderita LLA dewasa, perlakuan itu menunjukkan bahwa kebanyakan orang dewasa yang terserang sebaiknya dipertimbangkan untuk mempunyai resiko tinggi untuk kambuh dan sebaiknya diobati sesuai dengan kambuhnya penyakit tersebut. Orang dewasa usia dibawah 30 tahun mempunyai prognosis yang lebih baik dibanding usia 30 sampai 59 tahun, dimana usia tersebut mempunyai prognosis yang lebih baik juga dibanding pada usia 60 tahun atau lebih. beberapa tipe LLA memerlukan modifikasi pengobatan : seperti pada penyakit sel B, karena sensitifitas terapi yang unik; pada penyakit Philadelphia-chromosome-positive, karena resisten terhadap kemoterapi tunggal; pada leukemia pre-T-cell (CD7+, CD2-, CD5-), karena respon terhadap kemoterapi tidak lebih baik dibanding pada pasien penderita leukemia dengan sel t fenotif dewasa; dan pada pasien yang lanjut usia, yang mentoleransi pengobatan dengan buruk.

Perawatan Pendukung
Sedikitnya setengah dari pasien LLA mengalami demam. Kadang-kadang demam itu dipicu oleh sitokin pirogenik yang dilepaskan dari sel-sel leukemia, meliputi interleukin-1, tumor necrosis factor (TNF), dan interleukin-6, tetapi pada sekitar sepertiga pasien disebabkan karena infeksi. Maka, terapi harus diawali dengan antibiotic spectrum luas khususnya pada pasien dengan neutropenia, sampai tidak ditemukan lagi diagnose infeksi. Pada kebanyakan pusat pengobatan, dilakukan terapi profilaktik pada semua pasien terhadap pneumonia Pneumocystis carinii menggunakan trimethoprim-sulfamethoxazole, diberikan selama tiga hari perminggu.
Pengobatan alternative pada pasien yang mengalami intoleransi terhadap trimethoprim-sulfamethoxazole meliputi pentamidine aerosol, dapsone, dan atovaquone. Pada pasien dengan sel B atau sel T LLA atau leukemia precursor sel B dengan sel-sel leukemia yang menyebar luas, hiperurisemia, hiperkalemia, dan hiperfosfatemia dimana biasa juga terjadi hipokalsemia sekunder, bahkan sebelum kemoterapi dimulai. Pasien-pasien ini harus diberi hidrasi intravena, sodium bicarbonate untuk mengalkalisasi urin, allopurinol untuk mengobati hyperuricemia, dan aluminium hidroksida atau kalsium karbonat (jika konsentrasi serum kalsium rendah) untuk mengobati hiperfosfatemia. Allopurinol, dengan menghambat sibtesa purin pada sel-sel blast leukemia, dapat mengurangi jumlah blast-cell tepi sebelum kemoterapi dimulai. Nonrecombinant urate oxidase, tersedia di Prancis dan Italia, mengkonversi asam urat menjadi allantoin (suatu metabolit yang siap dieksresi mempunyai kelarutan 5 sampai 10 kali dari asam urat) dan mengurangi konsentrasi serum asam urat lebih cepat dari pada allopurinol; bagaimanapun, hal ini dapat menyebabkan reaksi hipersensitifitas dan pada pasien yang mengalami defisiensi glucose-6-phosphate dehydrogenase (G6PD), dapat menyebabkan methemoglobinemia atau anemia hemolitik.
Pada pasien yang mengalami leukositosis parah (jumlah leukosit > 200.000/mm3), leukapheresis atau penukaran transfuse (pada anank kecil) dapat digunakan untuk mengurangi penyebaran sel-sel leukemia, walaupun keuntungan jangka pendek dan jangka panjang dari prosedur-prosedur ini masih dalam pertanyaan. Iradiasi cranial darurat tidak memiliki peran terapi pada pasien-pasien seperti ini. Batasan perawatan pendukung, meliputi penggunaan kateter dan dukungan psikososial juga penting.

Pengobatan
Peningkatan laju pengobatan LLA dapat ditunjukkan pada luasnya tindakan pengembangan lebih efektifnya regimen multidrug untuk penetapan percobaa klinik yang lebih baik. Tujuan utama terapi pada pasien leukemia adalah untuk memicu remisi dengan kesembuhan (hematopoiesis normal). Regimen induksi meliputi suatu glucocorticoid (prednisone atau dexamethasone) dan vincristine, lebih baik daripada asparaginase pada nak-anak dan anthracycline pada orang dewasa. Dengan meningkatkan kemoterapi dan perawatan peninjang, laju penyembuhan total mencapai 97% sampai 99% pada anak-anak dan 75% sampai 90% pada orang dewasa. Meskipun demikian, percobaan terus dilakukan untuk memperkuat pengobatan, khususnya pada pasien dengan penyakit resiko standar atau resiko tinggi, alasannya bahwa lebih cepat dan menyeluruhnya pengurangan penyebaran sel-sel leukemia dapat mencegah resistensi sel-sel leukemia terhadap obat, menyebabkan peningkatan hasil pengobatan jangka panjang.
Tentu saja, regimen induksi intensif dengan empat atau lebih obat telah dihubungkan dengan peningkatan hasil pada beberapa pengobatan pada anak-anak. Upaya untuk meningkatkan induksi pengobatan pada orang dewasa dibatasi oleh toksisitas obat yang berat; bagaimanapun, pada satu studi, cytarabine dosis tinggi mempunyai peningkatan hasil yang istimewa pada pada penderita LLA sel T dewasa. Penatalaksanaan granulocyte colony-stimulating factor dapat mempercepat penyembuhan dari neutropenia dan komlikasi kemoterapi yang intensif, tetapai tidak meningkatkan laju keselamatan pada anak-anak atau orang dewasa.
Barangkali karena hal tersebut meningkatkan penetrasi ke dalam cairan serebrospinal dan memperlama waktu paruh, dexamethasone, jika digunakan pada regimen induksi dan lanjutan, mempunyai perlindungan lebih baik terhadap kambuhnya penyakit susunan saraf dengan LLA pusat dibanding prednison. tersedia juga tiga bentuk asparaginase, masing-masing dengan profil farmakokinetik yang berbeda.

Penggiatan Pengobatan
Dengan perbaikan hematopoiesis normal, pasien yang penyakitnya mengalami remisi akan menjalani terapi konsolidasi. Contoh pengobatan, menggunakan secara singkat setelah induksi remisi, meliputi beberapa obat, kebanyakan kadang dibri methotrexate dosis tinggi dengan atau tanpa 6-mercaptopurine; asparaginase diberikan dalam dosis tinggi pada suatu jangka waktu yang lama; suatu epipodophyllotoxin tambah cytarabine; atau diberikan suatu kombinasi dari vincristine, dexamethasone, asparaginase, doxorubicin, thioguanine dengan atau tanpa cyclophosphamide. Fase pengobatan ini diketahui meningkatkan hasil pengobatan, bahkan pada pasien dengan LLA resiko rendah. Dosis methotrexate sangat tinggi (5 g/m2) diberikan untuk meningkatkan hasil pengobatan pada pasien LLA sel T. Kesimpulan ini cocok dengan data yang mengindikasikan bahwa akumulasi methotrexate polyglutamates (metabolit aktif dari metotrexat) pada sel-sel T-lineage blast kurang rakus dibanding pada sel-sel B-lineage blast, jadi lebih tingginya konsentrasi serum methotrexate dibutuhkan untuk akumulasi methotrexate polyglutamates yang adekuat. Tentu saja, dosis konvensional 1 g/m2 methotrexate terlalu rendah pada kebanyakan pasien dengan prekursor sel B LLA.

Pengobatan Lanjutan
Dengan pengecualian bagi yang memiliki sel B leukemia dewasa, anak-anak penderita LLA memerlukan pengobatan lanjutan yang lama walaupun alasannya belum diketahui dengan jelas. Barang kali pemajanan obat yang lama atau system kekebalan dibutuhkan untuk membunuh sisa-sisa sel kanker, memperlambat pembelahan sel-sel leukemia atau untuk menekan pertumbuhannya, menyebabkan terjadinya kematian. pada satu percobaan, pengurangan durasi dari kemoterapi intensif secara moderat sampai 18 bulan atau kurang dihasilkan dari laju kambuhnya penyakit yang tinggi setelah pengobatan dihentikan, bagaimanapun, berdasarkan 42 studi meta-analisis, tidak ada keuntungan memperlama pengobatan sampai lebih dari 3 tahun. Karena itu, aturan umum adalah menghentikan semua pengobatan pada anak-anak yang penyakitnya masih dalam tahap remisi 2,5 sampai 3 tahun setelah pengobatan dimulai. Hal itu masih belum jelas karenanya durasi terapi dapat dipendekkan pada pasien yang menerima kemoterapi yang intensif. Juga masih meragukan karena penderita LLA dewasa memerlukan terapi lanjutan yang lama. Dalam 2 percobaan mengenai efikasi dari pengobatan post-remisi yang diberikan 5 sampai 10 bulan, durasi median remisi antara 9 sampai 12 bulan. Hasil yang buruk ini dapat mencerminkan terapi yang tidak adekuat untuk menginduksi remisi atau terapi lanjutan yang tidak adekuat.
Kombinasi methotrexate yang diberikan tiap minggu dan mercaptopurine yang diberikan perhari mendasari regimen lanjuta yang biasa untuk anak-anak yang menderita LLA. Akumulasi konsentrasi intraselular yang lebih tinggi dari metabolit aktif methotrexate dan mercaptopurine dan pemberian kombinsai ini untuk membatasi toleransi (ditandai dengan rendahnya hitungan leukosit) telah dihubungkan dengan meningkatnya hasil klinik.
Sedikt anak (1 dalam 300) memiliki defisiensi thiopurine S-methyltransferase yang diwarisi secara turunan, enzim yang mengkatalisis S-methylation (inaktivasi) mercaptopurine. Pada anak-anak ini dosis standar mercaptopurine mempunyai potensi efek samping hematologic yang fatal, tapi obat dapat diberikan secara aman dalam dosis yang lebih kecil. Lebih lanjut, sekitar 10% anak-anak merupakan heterozigot pada defisiensi ini dan dengan demikian mempunyai tingkat aktivitas enzim yang intermediat; mereka mungkin memerlukan penurunan dosis yang moderat untuk mencegah efek samping. Identifikasi terbaru yang berdasarkan ciri autosomal codominant genetic yang memungkinkan diagnose molekuler pada kasus ini. selanjutnya, karena mercaptopurine mempunyai efek circadian yang nyata, hasil pengobatan meningkat bila obat diberikan di malam hari. Dengan methotrexate, belum diketahui keuntungan dari penggunaan oral dibandingkan dengan pemberian secara parenteral, tapi masalah route parenteral yang berbelit-belit mengurangi bioavailabilitas dan kepatuhan yang buruk. Pemajanan yang lama terhadap methotrexate dengan memberikannya secara oral dengan dosis terbagi selama periode 36 jam telah membuktikan kurang efektif dibanding pemberian dosis lebih tinggi secara infus intravena selam periode 24 jam.
Penambahan tetes vincristine yang intermiten dan suatu glucocorticoid pada regimen lanjutan antimetabolite telah menunjukkan peningkatan hasil dan telas diadopsi secara luas pada pengobatan LLA anak-anak. Komponen integral lain pada kebanyakan protocol adalah meninduksi kembali terapi yang diperkenalkan segera setelah induksi remisi yang pertama (misalnya, pada 4 bulan). Pengobatan ini, yang mana didasarkan pada obat yang sama yang telah diberikan selama fase induksi pertama, telah meningkatkan hasil pada penderita LLa anak-anak dan dewasa.

Tujuan (pertimbangan) masa depan
Meskipun laju pengobatan penderita LLA anak-anak cukup tinggi, masih ada penyakit yang resisten terhadap obat, yang dapat menyebabkan kemeatian anak-anak karena kanker. Percobaan sedang diupayakan untuk mengidentifikasi obat-obat antileukemia dan pendekatan pengobatan terbaru. Arabinosylguanine telah menunjukkan pertimbangan yang menjanjikan, meliputi remisi lengkap pada 44% dari anak-anak dan orang dewasa dengan sel T yang sukar disembuhkan dalam beberapa kasus.
PUSTAKA
Anonim, 2007, Therapeutic Guidelines Complete, November 2007 Edition, ISSN 1447-1868 e-book version.
Anonim, http://www.medicastore.com
Anonim,http://www.medicastore.com/med/detail_pyk.php?idktg=21&judul=Leukemia%20Limfositik%20Akut%20%20%20%20%20%20%20%20%20%20%20%20%20&iddtl=1022&UID=20080422201721125.162.250.103
Anonim, 2007, MIMS Indonesia petunjuk konsultasi Edisi 7,Indonesia:PT. Infomaster lisensi dari CMP Medica
Bertram G. Katzung, MD, PhD, 2007, BASIC & CLINICAL PHARMACOLOGY - 10th Edition, The McGraw-Hill Companies, Inc. ISBN 13: 978-0-07-145154-6 ISBN 10: 0-07-145154-6
Faiz,O., dan Mofats,D., 2004, Farmakologi at Glance, Erlangga
GuohuaSoft, Easy CHM, e-book version.
Tanu,I., 1995, Farmakologi dan Terapi Edisi 4, Bagian farmakologi fakultas kedokteran Universitas Indonesia.